"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:5-7 TB)
Mendekati hari Natal seperti ini, kita diingatkan akan peristiwa kelahiran Tuhan Yesus. Pernahkah Anda membayangkan apa jadinya jika Yesus memilih lahir di penginapan, atau di rumah sebuah keluarga kaya? Atau, di istana Herodes bahkan? Atau di istana Kaisar Agustus! Niscaya para gembala sederhana, dan orang-orang miskin dan papa tidak bisa menghampiriNya.
Tetapi, Dia memilih kandang yg hina dan kotor. Dia memilih tempat yang bau dan dingin. Oh, bukan karena tidak adanya tempat penginapan yang kosong di Betlehem sehingga Dia memilih palungan di sebuah kandang. Tapi hari itu, Allah buat semua tempat penginapan di Betlehem penuh, agar Juruselamat lahir di tempat hina.
Karena Dia lahir ditempat hina itu maka:
- Para gembala dan orang-orang sederhana dapat menghampiriNya.
- Para Raja-raja dari Timur dan orang-orang kaya bisa belajar merendahkan diri.
Pernahkah Anda bayangkan, betapa tidak nyamannya sebetulnya itu buat Sang Anak Allah. Anda saja mungkin yang terbiasa tidur dengan AC, bepergian naik mobil bagus, tinggal di kota besar, pastinya terkadang merasa kurang nyaman ketika harus masuk ke daerah kumuh.
Tapi Yesus tidak hanya 'mampir' di daerah kumuh. Dia bahkan TINGGAL di daerah kumuh itu. Daerah yang kita sebut sebagai Nazareth. Tapi kalo kita mau membuka mata lebih lagi, sebetulnya daerah kumuh yang Yesus tinggali itu adalah dunia manusia. Suatu tempat yang kotor penuh dosa, yang tentunya tidak nyaman ditinggali oleh Allah yg Mahakudus. Namun Yesus tidak hanya turun kesitu. Tapi Dia tinggal disitu, hidup disitu, bergaul disitu.
Belajar dari Yesus, maka seharusnya kita malu. Malu karena kalau kita mau jujur, maka kita akan temukan bahwa kita sebetulnya masih belum bisa menerima dan berbaur sungguh-sungguh dengan mereka yang kurang mampu.
Oh, tentu kita bisa jika sesekali 'outreach' ke daerah kumuh dan menabur senyum, salam, dan memberi bantuan. Oh, tentu kita bisa sesekali membuat Bazzar Murah atau Pembagian Sembako utk org miskin. Tapi kita bisa lalukan semua itu hanya kalau... SESEKALI..!!
Ini terbukti pada saat; jika ada org miskin di daerah kita, di gereja kita, maka biasanya kita tidak akan duduk bersama mereka, bercerita bersama mereka, apalagi pergi jalan-jalan dan makan sehidangan dengan mereka. Oh yah tentu, jika menyapa sesekali tentu saja kita bisa. Karena kita biasanya hanya suka berkumpul dengan orang yang 'serupa' dengan kita. Serupa wanginya, serupa bajunya, serupa warna kulitnya. Seharusnya, istilah-istilah seperti indiren (pribumi), kwoiren (tionghoa), itu tidak ada lagi di rumah Tuhan.
Karena Yesus, saja yang dalam keserupaan dengan Allah tidak menganggap keserupaan itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Lalu menurut Anda bagaimana perasaan Yesus jika dalam hidup kita bersama sebagai umat, kita masih suka membeda-bedakan orang dan kita hanya mau berkumpul dengan mereka yang 'serupa' dengan kita saja?
Sobat, Yesus tinggal 30 tahun dengan warga desa kumuh Nazareth. Yesus Allah yang Mahakudus tinggal 30 tahun dengan manusia-manusia najis. Bahkan dalam pelayanannya tidak jarang Ia bercerita, duduk-duduk, hang-out, dan makan bersama dengan para WTS, Penyamun, Pemungut cukai, dengan mereka yang tersisih dari masyarakat.
Saudaraku, di natal kali ini. Mari sekali lagi kita belajar semangat cinta kasih dari Yesus. Kasih terhadap sesama tanpa memandang muka. Mau berbaur dan berbagi kasih, berbagi waktu dengan nyata.
"Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka... kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yg baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!" || Yakobus 2:1,3
Penulis:
Pendeta Assaf Imanuel
Sumber : Disunting seperlunya tanpa mengurangi atau menambah maksud penulisan, editing oleh Daniel Tanamal - Jawaban.com